10 Mata Uang Terendah di Asia: Faktor dan Dampaknya terhadap Ekonomi

 


Asia adalah benua dengan berbagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi berbeda-beda. Beberapa negara memiliki mata uang yang kuat, sementara yang lain memiliki mata uang dengan nilai tukar yang rendah. 

Perlu diketahui bahwa Rupiah Indonesia (IDR) termasuk ke dalam jajaran mata uang terendah di Asia Tenggara. Bahkan, pada hari Selasa (1/10/2024), nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) terlihat melemah sebanyak 5 poin dibandingkan hari sebelumnya.

Di tahun 2024 ini, faktor eksternal dan internal menjadi pemicu terjadinya penurunan kurs Rupiah Indonesia terhadap Dolar Amerika Serikat. Adapun faktor eksternal melemahnya IDR terhadap USD adalah ekonomi AS yang semakin menguat dan kebijakan moneter dari The Fed (bank sentral AS) yang kian mengetat.

Sementara itu, Nilai mata uang suatu negara bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti inflasi, suku bunga, kebijakan moneter, dan kondisi politik.

Dalam artikel ini, kita akan membahas 10 mata uang terendah di Asia, yang sering kali mencerminkan tantangan ekonomi yang dihadapi negara-negara tersebut.

1. Rial Iran (IRR)

Rial Iran adalah mata uang dengan nilai terendah di Asia. Sejak bertahun-tahun, Rial mengalami tekanan yang luar biasa akibat sanksi internasional, inflasi tinggi, dan ketidakstabilan politik. 

Nilai tukar 1 USD adalah sebesar 42.087,50 IRR atau 1 IRR untuk 0,000024 USD.Kondisi ini mempengaruhi nilai tukar Rial terhadap mata uang utama dunia. Selain itu, ketergantungan Iran pada minyak sebagai sumber utama pendapatan juga membuat ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga minyak global.

2. Dong Vietnam (VND)

Dong Vietnam termasuk salah satu mata uang terendah di Asia. Meski Vietnam mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, nilai mata uangnya tetap rendah. 

Nilai tukar 1 USD adalah sebesar 24.570,99 VND atau 1 VND untuk 0,000041 USD.

Lemahnya nilai tukar Dong Vietnam terhadap Dolar Amerika Serikat dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari ketatnya regulasi untuk investasi asing, aktivitas ekspor Vietnam yang semakin menurun, dan memburuknya kondisi pasar properti.

Namun, meski nilai tukar rendah, stabilitas Dong yang cukup baik menunjukkan keberhasilan Vietnam dalam menjaga stabilitas ekonomi.

3. Kip Laos (LAK)

Daftar mata uang terendah di Asia Tenggara selanjutnya adalah Kip Laos (LAK) dengan 22.064 LAK untuk 1 USD atau 0,000045 USD untuk 1 LAK.

Negara ini memiliki tingkat inflasi yang cukup tinggi, serta ketergantungan pada bantuan internasional dan investasi asing. Dengan perekonomian yang masih berkembang dan terbatasnya sektor industri, Laos menghadapi tantangan besar untuk mengangkat nilai mata uangnya.

4. Rupiah Indonesia (IDR)

Rupiah Indonesia (IDR) menjadi mata uang paling rendah ketiga di Asia Tenggara. Secara umum, mata uang ini cenderung mengalami penurunan sejak memasuki tahun 2024. Per Oktober ini, nilai tukar mata uang Indonesia ada di angka 15.274,10 IDR untuk 1 USD atau setara dengan 0,0000065 USD per 1 IDR.

Rupiah Indonesia dikenal sebagai salah satu mata uang dengan nilai tukar rendah di Asia, terutama jika dibandingkan dengan dolar AS atau mata uang Eropa. Beberapa faktor utama penyebab penurunan nilai Rupiah terhadap USD adalah ekonomi AS yang semakin menguat, inflasi, serta masalah ekonomi dalam negeri, seperti kenaikan impor bahan-bahan pokok mempengaruhi nilai Rupiah.

5. Kyat Myanmar (MMK)

Kurs MMK menempati 2.101.09 MMK untuk 1 USD atau 0,00048 USD untuk 1 MMK. Kyat Myanmar mengalami penurunan nilai secara signifikan, terutama setelah perubahan politik di negara tersebut. Krisis ekonomi yang diakibatkan oleh konflik internal dan embargo internasional menyebabkan nilai mata uang ini terus merosot. Krisis tersebut berdampak langsung pada ketidakstabilan ekonomi dan investasi asing.

6. Riel Kamboja (KHR)

Karena ekonominya masih dalam tahap pertumbuhan, mata uang resmi Kamboja, yaitu Riel Kamboja (KHR) cenderung rendah jika dibandingkan beberapa negara di wilayah Asia Tenggara lainnya, yaitu berada di angka 4.055,82 KHR untuk 1 USD atau 0,00025 USD untuk 1 KHR. Kamboja menggunakan Riel sebagai mata uang nasional, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, dolar AS sering digunakan secara bersamaan. Ketergantungan pada sektor pariwisata dan pertanian juga berpengaruh pada rendahnya nilai tukar mata uang ini.

7. Baht Thailand (THB) 

Thailand memegang posisi ketujuh dalam daftar negara dengan mata uang terendah di Asia Tenggara. Baht, mata uang resmi negara Thailand, memiliki nilai tukar sebesar 32,25 THB untuk 1 USD atau 0,031 USD untuk 1 THB.

Ekonomi Thailand cenderung bergantung terhadap pariwisata, ekspor, serta pertanian. Karena itu, pandemi COVID-19 yang terjadi pada beberapa tahun terakhir menimbulkan perubahan pada perekonomian Negeri Gajah Putih ini, termasuk fluktuasi nilai tukar THB terhadap USD.

Meski demikian, kurs Baht cenderung lebih stabil dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara berkat sektor ekspornya.


8. Ringgit Malaysia (MYR) 

Ringgit Malaysia (MYR) memiliki nilai tukar di angka 4,11 MYR untuk 1 USD atau 0,24 USD untuk 1 MYR. Nilai tukar mata uang ini pada dasarnya dalam posisi ketiga terkuat di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Hal tersebut dikarenakan perekonomian Malaysia bergantung pada sektor-sektor krusial di dunia, seperti sektor industri, energi, serta minyak sawit.

Oleh karenanya, Malaysia bisa mempertahankan stabilitas kurs mata uangnya walaupun diguncang oleh faktor eksternal, seperti penurunan harga komoditas dan ketidakpastian perdagangan global.


9. Dolar Singapura (SGD) 

Dolar Singapura (SGD) merupakan salah satu mata uang yang paling kuat di wilayah Asia Tenggara. Mata uang ini memiliki nilai tukar sebesar 1,28 SGD untuk 1 USD atau 0,78 USD untuk 1 SGD. Hal ini bukan tanpa alasan. Sebab, Singapura memiliki peran penting dalam perdagangan global. Kondisi ekonomi negara ini juga sangat maju dan terdiversifikasi.

Tak hanya itu, Singapura juga dikenal memiliki lingkungan bisnis yang ramah investor, sehingga turut menunjang pertumbuhan ekonomi negaranya secara berkelanjutan.


10. Dolar Brunei (BND) 

Dolar Brunei (BND) menempati posisi terakhir dalam urutan mata uang terendah di Asia Tenggara. Dengan kata lain, BND merupakan mata uang yang paling kuat di wilayah Asia Tenggara. Nilai tukar BND berada di angka 1,28 BND untuk 1 USD atau 0,78 USD untuk 1 BND, sama dengan Dolar Singapura.

Kekuatan mata uang ini berasal dari berbagai sektor, salah satu hal yang berperan penting adalah sumber daya alam di negara Brunei Darussalam sangat kaya.


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Nilai Mata Uang di Asia

Beberapa faktor utama yang berperan dalam rendahnya nilai mata uang di negara-negara Asia ini antara lain:

  1. Inflasi: Inflasi yang tinggi menggerus daya beli mata uang, membuat nilainya turun dibandingkan dengan mata uang asing.

  2. Ketidakstabilan Politik: Negara-negara yang mengalami ketidakstabilan politik atau konflik cenderung memiliki mata uang yang lemah karena investor asing cenderung menghindari negara-negara tersebut.

  3. Kebijakan Moneter: Kebijakan bank sentral, seperti tingkat suku bunga dan pencetakan uang berlebihan, juga dapat menurunkan nilai mata uang.

  4. Ketergantungan pada Ekspor Komoditas: Negara yang bergantung pada ekspor komoditas sering kali menghadapi fluktuasi nilai mata uang akibat perubahan harga komoditas di pasar internasional.

Dampak Nilai Mata Uang Rendah

Nilai mata uang yang rendah memiliki dampak positif dan negatif. Di satu sisi, mata uang yang lemah dapat meningkatkan daya saing ekspor karena produk domestik menjadi lebih murah di pasar internasional. Di sisi lain, mata uang yang lemah juga meningkatkan biaya impor dan bisa memicu inflasi, terutama untuk negara-negara yang bergantung pada impor barang dan jasa.

Memahami Pentingnya Stabilitas Ekonomi

Setiap negara memiliki tantangan ekonomi masing-masing yang tercermin dalam nilai mata uangnya. Meskipun beberapa negara memiliki mata uang yang rendah, hal ini tidak selalu mencerminkan kelemahan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya, beberapa negara dengan mata uang rendah, seperti Vietnam, justru menunjukkan perkembangan ekonomi yang pesat. Bagi investor dan pengamat ekonomi, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi nilai mata uang dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang kondisi ekonomi suatu negara.

Dengan melihat 10 mata uang terendah di Asia ini, kita dapat memahami betapa pentingnya stabilitas ekonomi dan politik untuk menjaga nilai tukar mata uang agar tetap kompetitif di pasar global.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Harga Minyak dan Emas: Pengaruh dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Emas vs Perak: Mana Pilihan Investasi yang Lebih Menguntungkan?

Reksa Dana vs Emas: Pilihan Investasi Terbaik untuk Keamanan dan Pertumbuhan